Ultras dan Identitas — Mengapa Suporter Sepak Bola Bisa Lebih Loyal dari Politikus?

Skorakhir.com – Ketika banyak warga negara bingung menentukan pilihan politik, suporter sepak bola sudah mantap sejak kecil: satu klub, satu warna, sampai mati. Loyalitas ini bukan sekadar hiburan—ia adalah identitas, keyakinan, bahkan agama kedua.
Dalam dunia sepak bola, tak ada yang lebih setia dibanding kelompok ultras.
Apa Itu Ultras?
Ultras adalah kelompok suporter fanatik yang dikenal karena koreografi megah, chant non-stop, dan loyalitas absolut terhadap klub. Istilah ini muncul di Italia pada 1960-an dan menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Mereka bukan sekadar penonton. Mereka adalah “the 12th man” yang tidak hanya hadir di stadion, tapi juga mengawal klub ke mana pun pergi—bahkan ke divisi bawah.
Loyalitas yang Melebihi Rasional
Apa yang membuat seorang ultras lebih loyal dari pemilih politik?
-
Mereka tidak berganti klub meski klub degradasi.
-
Mereka tetap datang ke stadion meski kalah beruntun.
-
Mereka menyumbang dana, kreatifitas, bahkan tenaga untuk klub tanpa imbalan.
Bagi mereka, klub adalah identitas sosial, bukan sekadar tim olahraga.
Fenomena Ultras di Indonesia
Kelompok seperti Jakmania, Bobotoh, Aremania, dan Bonek bukan hanya penonton. Mereka membentuk komunitas yang terstruktur, punya ketua, bahkan sistem kaderisasi.
Sering kali mereka lebih solid daripada partai politik lokal—bahkan menjadi kekuatan sosial yang bisa menggerakkan massa ribuan dalam waktu singkat.
Suporter, Politik, dan Identitas Lokal
Di beberapa negara, suporter bahkan menjadi kekuatan politik. Di Mesir, kelompok ultras memainkan peran penting dalam Revolusi 2011. Di Serbia dan Turki, suporter kerap terlibat dalam demonstrasi nasional.

Di Indonesia, loyalitas kepada klub sering mewakili identitas kota atau etnis. Contohnya, Arema sebagai simbol Malang, atau Persib sebagai kebanggaan masyarakat Sunda.