Timnas U-23 Menit Bermain: Mengintip Pilar Jarang Tampil Garuda Muda

Suasana euforia menyelimuti jagat sepak bola Tanah Air! Timnas Indonesia U-23 sekali lagi membuktikan mental juara mereka dengan mengamankan tiket final Piala AFF U-23 2025. Kemenangan dramatis melalui adu penalti atas tim kuat Thailand di babak semifinal tentu saja memicu gelombang optimisme. Kini, skuad Garuda Muda, di bawah arahan dingin sang juru taktik Gerald Vanenburg, sudah dinanti oleh lawan berat lainnya, Vietnam U-23, di partai puncak yang dijadwalkan berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno pada Selasa malam, 29 Juli 2025.
Perjalanan Timnas Indonesia U-23 di turnamen ini sungguh menarik untuk dianalisis. Gerald Vanenburg, dengan segudang pengalamannya, menerapkan strategi rotasi yang cukup ekstrem. Jujur saja, dari empat pertandingan yang sudah dilakoni, tak sekalipun kita melihat susunan starting XI yang sama. Ini menunjukkan kedalaman skuad yang dimiliki, sekaligus keinginan pelatih untuk memberikan kesempatan kepada banyak pemain. Namun, perlu diingat, tidak semua pemain mendapatkan jatah menit bermain yang signifikan. Hingga babak semifinal usai, hanya kiper Daffa Fasya yang belum mencicipi satu menit pun di lapangan. Selain Daffa, ada tiga nama lain yang juga merasakan minimnya waktu bermain. Mereka adalah para “pekerja keras tanpa sorotan” yang perannya, meski tak terlihat di papan statistik menit, tetap krusial bagi keutuhan tim.
Mari kita bedah siapa saja tiga pemain Timnas Indonesia U-23 dengan menit bermain paling sedikit jelang laga final Piala AFF U-23 2025 ini:
1. Althaf Alrizky
- Posisi: Winger kanan
- Usia: 21 tahun
- Menit Bermain: 45 menit
Althaf Alrizky, winger lincah berusia 21 tahun dari Persis Solo, adalah salah satu talenta muda yang digadang-gadang memiliki masa depan cerah. Namun di Piala AFF U-23 kali ini, ia baru mencatatkan satu penampilan, yakni saat Timnas menghadapi Brunei Darussalam di fase grup. Althaf masuk sebagai pengganti Arkhan Fikri dan bermain selama satu babak penuh.
Minimnya menit bermain Althaf bukan karena kualitasnya diragukan, melainkan kerasnya persaingan di posisi sayap kanan. Kita tahu ada nama-nama seperti Rahmat Arjuna dan Victor Dethan yang tampil cukup konsisten dan menjadi pilihan utama Vanenburg. Keduanya menawarkan kombinasi kecepatan, daya jelajah, dan kontribusi ofensif yang sulit digeser. Bagi seorang winger seperti Althaf, konsistensi bermain sangat vital untuk menemukan ritme terbaiknya. Meskipun demikian, kehadiran Althaf di skuad tetap penting. Ia adalah opsi rotasi yang segar dan bisa menjadi pembeda jika dibutuhkan, serta terus memberikan tekanan sehat dalam sesi latihan agar para starter tidak lengah. Pengalaman berlatih bersama timnas senior dan adaptasi dengan taktik Vanenburg adalah investasi berharga bagi karirnya ke depan, terlepas dari sedikitnya Timnas U-23 menit bermain di lapangan hijau.
2. Firman Juliansyah
- Posisi: Winger kiri
- Usia: 22 tahun
- Menit Bermain: 45 menit
Winger kiri asal Semen Padang, Firman Juliansyah, dipanggil ke Timnas U-23 berkat performa impresifnya bersama klubnya. Ia adalah tipe pemain yang eksplosif, mampu menusuk dari sisi sayap dan memiliki tembakan akurat. Namun, skenario yang dialami Firman mirip dengan Althaf; persaingan di lini sayap kiri juga tak kalah sengit.
Nama-nama seperti Rayhan Hannan dan, lagi-lagi, Rahmat Arjuna seringkali lebih dipercaya untuk mengisi sektor ini. Pelatih Gerald Vanenburg mungkin melihat mereka memiliki karakteristik yang lebih sesuai dengan skema yang ingin diterapkan dalam pertandingan-pertandingan krusial. Akibatnya, Firman Juliansyah juga hanya mencatatkan satu penampilan selama 45 menit, yang juga terjadi saat melawan Brunei Darussalam. Meskipun begitu, keberadaannya di dalam skuad memberikan opsi taktis yang beragam bagi pelatih. Firman tetap menjadi bagian integral dari persiapan tim, mendorong rekan-rekannya untuk tetap dalam performa terbaik, dan siap kapanpun kesempatan itu datang, menunjukkan profesionalisme tinggi meskipun dengan minimnya jam terbang.
3. Yardan Yafi
- Posisi: Winger kiri
- Usia: 21 tahun
- Menit Bermain: 45 menit
Kasus Yardan Yafi sedikit berbeda dan mungkin yang paling menarik dari ketiga nama ini. Pemain berusia 21 tahun ini memang memiliki menit bermain yang sama dengan Althaf dan Firman (45 menit), namun ia mendapatkannya dalam dua pertandingan berbeda. Yardan diturunkan sebagai pemain pengganti saat melawan Brunei Darussalam. Yang lebih menarik, ia juga mendapatkan kesempatan bermain lagi pada babak tambahan waktu ketika menghadapi Thailand di semifinal.
Meskipun jam terbangnya di lapangan terbilang sangat minim, Yardan Yafi menunjukkan mental yang sungguh baja. Buktinya? Ia dipercaya menjadi salah satu penendang penalti dalam adu tos-tosan yang menegangkan melawan Thailand. Di momen krusial seperti itu, dipercaya untuk mengambil penalti adalah bukti nyata kepercayaan dari staf pelatih dan rekan-rekan setim. Ini menegaskan bahwa, meskipun menit bermainnya terbatas, Yardan memiliki kepercayaan diri dan ketenangan yang luar biasa. Ia adalah contoh sempurna bagaimana pemain cadangan bisa menjadi pahlawan di saat-saat genting. Kontribusinya, meski hanya sekejap, sangat vital bagi keberhasilan tim melaju ke final, dan ini adalah kisah klasik para pahlawan tak terlihat di skuad Timnas U-23.
Ketiga pemain ini adalah cerminan dari kekuatan sebuah tim yang solid, di mana setiap individu, terlepas dari berapa banyak menit bermain yang mereka dapatkan, memiliki peran penting. Mereka adalah penunjang di belakang layar, pemberi tekanan positif dalam latihan, dan siap menjadi pahlawan tak terduga kapan saja dibutuhkan. Mari kita terus dukung Timnas Indonesia U-23 di final nanti, karena kemenangan adalah hasil kerja keras seluruh anggota tim!






